Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. ‘Ibadurrahman yang dimaksud adalah hamba Allah yang beriman. Di akhir-akhir surat Al Furqan dijelaskan mengenai sifat ‘ibadurrahman yang setiap muslim bisa memetik pelajaran di dalamnya. Pembahas ini akan rumaysho.com kaji lebih jauh dan disarikan oleh penulis dari berbagai kitab tafsir terkemuka.
Sifat pertama: Memiliki sifat tawadhu’
Allah Ta’ala berfirman,
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqon: 63)
Yang dimaksud “يمشون على الأرض هوناً ” adalah mereka berjalan di muka bumi dalam keadaan tenang dan penuh kewibawaan. Lalu maksud firman Allah “وإذا خاطبهم الجاهلون “, yaitu ketika mereka diajak berbicara orang yang jahil yaitu dengan perkataan yang tidak menyenangkan. Hamba Allah yang beriman membalasnya dengan “سلاماً “, yaitu perkataan yang selamat dari dosa. (Aysarut Tafasir, 874)
Kata Ibnu Katsir rahimahullah,
فأما هؤلاء فإنهم يمشون من غير استكبار ولا مرح، ولا أشر ولا بطر،
“Adapun mereka berjalan tidak dengan sifat angkuh dan sombong.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim,10/319 )
Dalam tafsir Al Jalalain (365) disebutkan,
Mereka -ibadurrahman- berjalan di muka bumi dalam keadaan ‘hawna’ yaitu dalam keadaan tenang dan tawadhu’.
Yang dimaksud berjalan dalam keadaan ‘hawnan’ menurut Mujahid adalah,
يمشون بالوقار والسكينة
“Berjalan dengan penuh kewibawaan dan ketenangan.” (Zaadul Masiir, 6/101)
Sifat kedua: Bersikap lemah lembut meski mendapatkan perlakuan kasar.
Ketika orang yang jahil berkata kasar pada mereka -‘ibadurrahman-, mereka membalasnya dengan perkataan yang ‘sadaad’ (baik). (Zaadul Masiir, 6/101)
Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata,
“Mereka ‘ibadurrahman tidak menjahili (berbuat nakal pada orang lain). Jika dijahili, mereka malah membalasnya dengan sikap lemah lembut.”
Maqotil bin Hayyan berkata, “Mereka membalasnya dengan perkataan yang tidak mengandung dosa.” (Zaadul Masiir, 6/101)
Sa’id bin Jubair berkata, “Mereka membalas (kejelekan) dengan perkataan yang baik.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10/321)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Jika orang jahil mengajak bicara mereka yaitu dengan kejelakan, mereka tidak membalasnya dengan semisalnya. Bahkan mereka memberi maaf dan tidak membalas kecuali dengan kebaikan. Sebagaimana sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, semakin orang yang jahil bertindak kasar pada beliau, semakin beliau berlaku lemah lembut pada mereka. Hal ini sebagaimana diisyaratkan pula pada firman Allah Ta’ala,
وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ لا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: ‘Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang yang jahil’.” (QS. Al Qashash: 55) (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10/320)
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushilat: 34-35)
Sahabat yg mulia, Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- mengatakan, “Allah memerintahkan pada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini.”
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/243)
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata, “Inilah pujian bagi mereka -‘ibadurrahman- karena sifat lemah lembut yang mereka miliki, kejelekan yang mereka balas dengan kebaikan, dan mereka pun membalas orang-orang yang jahil (nakal atau jahat).” (Taisir Al Karimir Rahman, 586)
Sifat ‘ibadurrahman yang lainnya, insya Allah akan dilanjutkan pada serial berikutnya. Semoga Allah memudahkannya. Wallahu waliyyut taufiq.
Referensi:
Aysarut Tafasir, Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi, terbitan Maktab Adh-waul Manar, cetakan pertama, 1419 H.
Tafsir Al Jalalain, Jalaluddin Al Mahalli dan Jalaluddin As Suyuthi, terbitan Maktabah Ash Shofa, cetakan pertama, 1425 H.
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Muassasah Qurthubah, cetakan pertama, 1421 H.
Taisir Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah , cetakan pertama, tahun 1423 H.
Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, terbitan Al Maktab AIslami, cetakan ketiga, 1404 H.
Panggang-Gunung Kidul, 11 Sya’ban 1432 H (13/07/2011)
www.rumaysho.com
Artikel asli: https://rumaysho.com/1863-sifat-ibadurrahman-1-tawadhu-a-lemah-lembut.html